Sabtu, 26 Agustus 2017

Hari-hari Terakhir KKN

Adik-adikku, tak terasa waktu cepat berlalu. Aku kira baru kemarin kita belajar bareng. Baru kemarin kita bermain-main bareng.

Di desa yang tenang dan sejuk ini, bunga-bunga kebahagian mekar di jiwaku. Aku pun selalu berusaha melukis senyum di bibir manis kalian. Tawa dan keceriaan kalian adalah pelangi yang mewarnai langit.

Hawa dingin yang menyelimuti desa-desa di kawasan Saptosari tak terasa karena keramahan segenap warganya. Saat kami bertamu, sambutan ramah mendekap kami. Teh hangat, ketela goreng, ketela rebus atawa ketela bakar menemani obrolan-obrolan ringan yang gurih.

Adik-adikku, aku senang berkunjung ke sekolah kalian. Aku senang melihat semangat kalian dalam belajar. Guru-guru juga menyambut kami dengan sangat baik. Tak pernah luput kami disuguhi teh hangat, gorengan, roti atau cemilan lainnya. Kami juga dipersilahkan pakai wi-fi dan diberitahu password-nya. Nah, kalian jadi senang kan, kalau istirahat atau pulang sekolah kita bisa nonton-nonton video bareng di youtube?

Adik-adikku, bagaimana pun perilaku kalian, aku terus berusaha menyayangi kalian. Memang kadang kalian nyebelin dan suka usil. Barangkali itu sebuah cara kalian menjalin keakraban dengan kami.

Kami juga minta maaf jika kadang membuat kalian marah dan cemberut. Kami selalu berjuang keras demi kemajuan kalian. Kami mengabdikan tenaga, pikiran, waktu dan materi untuk kalian yang kami cintai. Kami mendoakan kebaikan-kebaikan kalian.

Banyak cerita yang terlahir dan terukir di benakku. Ada kisah yang melukis senyum, menguntai tawa, mengelus dada ataupun menahan nafas. Walau bagaimana pun, kalian adalah orang-orang yang kami kenang dengan warna yang indah nan terang.

Aku pernah masuk kelas 3, bocah-bocahnya sering rusuh. Ada Rohamadi, Deni, Gita, dkk. Ada juga Putri yang punya indra keenam. Tempo hari dia melihat pocong di pohon so samping kelas. Saat aku mengajar, ada yang berkelahi, ada yang bicara melulu dengan teman sekitar bangkunya. Aku terus berusaha agar kalian bisa antusias memperhatikan apa yang aku sampaikan. Meski capek, tak apa. Ini adalah 'soal sulit' yang mesti aku taklukkan agar aku naik level.

Aku pernah ngisi kelas 4, bocah-bocahnya manut, mudah diajak belajar dan mematuhi arahan-arahan kami. Di sini ada Hafiz, Aziz, Alvin, Adel, dan si kembar Yani-Yanti anak Pak Lurah  Desa Monggol yang lucu, lugu dan sering malu-malu. Ada pula Anisa yang percaya diri, punya keinginan tahu yang tinggi, namun dia pernah menangis gara-gara dia berusaha mengerjakan soal namun masih belum bisa. Teman-teman perempuan mendekati Anisa, mengelus pundaknya dan menenangkannya. Siswa laki-laki ikut berusaha menghentikan sedihnya "Nis, kalau kita salah, kita mohon maaf yo?" Aku mencoba menghiburnya, memberinya hadiah buku,  dan membesarkan hatinya. Suara tangisnya kini reda dan senyumnya kembali rekah.

Aku juga ngisi kelas 5. Bocah-bocahnya ada yang kalem, ada pula yang bandel-bandel. Kelas 5 dihuni 18 siswa. Ada Alvin, Ega, Wiwid, Icha, Winda, Dina, si kembar Rian dan Rio, dkk. Di kelas, saat aku menerangkan, anak-anak cewe tangannya meliuk-liuk dan nyanyi yel-yel "dam dam cis dam dam .... *aku gak tahu kelanjutannya*" Aku bingung ini maksudnya apa. Lalu anak-anak cowo balas nyanyi dan goyang "Atiku keroso loro nyawang koe rabi karo wong liyo..." Aku makin bingung dan bengong. Kelas ini sering rusuh, baik siswa perempuan ataupun lelaki, sering meledekku "Cie cie Mas Amri pacaran sama Mba ... *titik-titik*" Aku menggeleng, "Gak kok. Kita cuma teman, kita cuma konco." Mereka balas lagi, "Konco opo konco? Opo konco mesra. Haha."

Kelas 6 jadi kelas yang paling mudah aku kendalikan. Ada 11 siswa, laki-lakinya cuma 1 anak. Ada Andre, Reni, Nabila, Uki, Putri, dkk. Aku mengajari mereka menulis puisi dan karangan pendek serta mengarahkan mereka untuk mempublikasikan karyanya di media massa. Aku juga mengajari mereka matematika. Siswa kelas 6 semuanya tenang dan memperhatikan tiap aku memberi penjelasan. Mereka sudah terampil berhitung cepat. Bahkan mereka ketagihan belajar Matematika. Kadang saat istirahat kelas, mereka menghampiriku untuk minta diajarin matematika. Siswa Kelas 6 sangat akrab denganku. Kita biasa cerita bareng, becanda bareng, main bareng, shalat dhuhur bareng. Kadang aku juga kasih mereka kisah-kisah motivasi dan cerita-cerita seru lainnya.

Aku menantang kelas 6, "Siapa saja yang nilai Matematika-nya 100, aku kasih hadiah. Ini catat nomor HP-ku, biar kalian bisa nagih janjiku." Mereka tanya hadiahnya apa, aku jawab rahasia, biar surprise. "Kalian semua harus semangat belajar. Kalau ada yang belum bisa, harus minta ajarin ke yang sudah bisa. Kalian harus kompak. Kalau SD Trowono III jadi SD dengan nilai tertinggi sekabupaten, nanti aku suruh temanku yang wartawan buat ngeliput. Berita tentang kalian bisa dimuat koran."

Yah, tak terasa KKN kami hampir berakhir. Tanggal 31 Agustus kami akan ditarik pulang oleh kampus. Kami akan rindu berat pada kalian. Bagaiamana cara mengobatinya? Mungkin sebulan sekali kami mesti main ke Saptosari ya?

Kalian jangan nakal ya? Terus rajin belajar biar jadi orang pintar, berprestasi dan sukses!

Bismillah. Pasti bisa.

Baros Lor, GK, 26 Agustus 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar